Setelah melahirkan beberapa jam, bayiku dirawat gabung denganku. Di awal kelahiran, ASI ku memang agak sedikit, yang keluar baru cairan bening kuning kolustrum saja berlanjut hingga hari kedua. Karena mungkin haus kurang minum, bayiku rewel, kencingnya pun sedikit. Menjelang akan pulang di hari ke-2, hasil pemeriksaan bilirubin bayiku 10,8 mg/dL dan dinyatakan ada gejala kuning. Akhirnya deh, terpaksa rawat inap kembali buat perawatan terapi bayiku.
Pemeriksaan gejala kuning di rumah adalah dengan membawa bayi ke dalam ruangan yang memiliki penerangan yang jelas atau dengan lampu fluorescent. Bila kulit bayi tergolong putih, tekanlah jari anda secara perlahan-perlahan ke bagian dahi, dada, telapak tangan dan telapak kaki. Kemudian angkat tangan anda dan perhatikan adakah semburat warna kuning pada bagian tubuh bayi yang ditekan tadi. Bila kulit bayi tergolong hitam, paling jelas bisa diteliti pada gusi atau bagian putih di area mata. Selain itu pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mengukur kadar bilirubin secara pasti. Bayi akan diambil darahnya sedikit, biasanya di ujung jari kaki, kemudian diteliti dan diperiksa di laboratorium.
Kadar bilirubin darah normal adalah 12,5 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 10 mg/dL pada bayi kurang bulan.
Kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang wajar (ikterus fisiologis). Hal ini disebabkan oleh fungsi hati yang belum sempurna. Warna kuning yang terlihat oleh kita disebabkan oleh pigmen hijau kekuningan di dalam darah yang disebut bilirubin. Bilirubin ini merupakan hasil pemecahan dari sel darah merah. Hati berperan besar dalam mengolah bilirubin, sehingga bila fungsi hati belum sempurna, bilirubin di dalam darah tidak dapat disingkirkan. Semakin tinggi kadar bilirubin di dalam darah, semakin nyata pula ikterus yang terlihat. Kita bisa menduga berat ringannya ikterus secara sederhana. Ikterus yang ringan biasanya hanya terlihat pada daerah kepala. Sedikit lebih berat, akan terlihat di kepala dan dada. Bila warna kuning sudah terlihat di lengan dan paha, maka ikterus yang terjadi sudah berat. Dan, bila sudah mengenai tangan dan kaki, berarti kadar bilirubin di dalam darah bayi sudah sangat berbahaya. Tentu saja, penilaian ini bersifat kasar dan memerlukan pengalaman untuk dapat menilai secara lebih baik. . Penilaian ikterus fisiologis secara garis besar berdasar :
- kapan ikterus timbul ; normalnya >24 jam pertama
- kapan menghilang : normalnya hingga 14 hari
- sampai bagian tubuh mana kuning terlihat, normalnya kuning tidak sampai telapak tangan /kaki
Ikterus fisiologis tidak berbahaya, penanganannya bayi dijemur setiap pagi antara jam 7 - 9 pagi selama 30 - satu jam dimana intensitas sinar ultravioletnya tidak terlalu tinggi dan tidak membahayakan, jangan sampai gosong ya...:). Tingkatkan frekuensi pemberian ASI atau banyak minum, minimal 8 - 12 kali sehari.
Sedangkan ikterus yg patologis/berat terjadi bila
- kuning timbul pada hari pertama <24jam,
- atau kuning berlangsung >14 hari,
- atau kuning mencapai telapak tangan dan kaki,
- atau tinja berwarna pucat.
Pada keadaan patologis, terjadi penumpukan bilirubin di otak yang berakibat kerusakan syaraf yang dapat menyebabkan kecacatan fatal. Penumpukan bilirubin di darah pada keadaan fisiologis sebenarnya dapat dikurangi dengan bayi banyak minum dan sering buang air kecil. Pada kasus ini kuning pada bayiku kemungkinan akibat kurang minum dan kencing yang sedikit.
Bayi yang dinyatakan kuning akan diberikan terapi sinar( blue light terapi) kurang lebih 100 jam. Atau sedikitnya 3X24 jam. Terapi ini bisa memecahkan bilurubin menjadi isomir terikat yang tidak berbahaya, mudah larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan dengan mudah. Kapan terapi diperlukan? Jangan bingung kalau jawabannya tidak seragam. Lain dokter bisa jadi lain patokannya. Begitu pula rumah sakit yang satu dengan lainnya. Ada dokter yang "melepas" bayi pulang padahal kadar zat kuningnya masih 13,5 mg/dl. Ada pula yang langsung menahan bayi di rumah sakit meski bilirubinnya baru 11 mg/dl untuk diterapi blue light . Semua ini tergantung pada sistem yang dianut masing masing dokter dan rumah sakit. Pengalaman dokter pun berperan besar dalam memastikan kapan si bayi harus diterapi dan kapan boleh pulang. Asal tahu saja, peningkatan bilirubin ke batas abnormal sering kali tidak terdeteksi. Itulah mengapa ada dokter yang sangat berhati-hati dan tidak memperkenankan bayi pulang jika hasil pemeriksaan bilirubinnya (masih) di atas 10 mg/dL. Alasannya, di atas angka tersebut kondisi bayi belum dapat dikatakan benar-benar aman.
Pada terapi sinar/fototerapi sinar yang digunakan berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif. Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah setiap 18 jam; telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada si kecil.
NB : dikutib dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment